kurangnya apreisasi ttg sastra
Pesona adalah suatu bentuk keindahan yang mencitrakan energy suatu  hal,
 bentuk, massa, era, dan sebagainya. Untuk menimbulkan rasa berupa  
cinta, kasih, sayang, dan kedamaian. Pesona sangatlah penting dalam  
suatu kehidupan yang ada didunia ini, termasuklah dalam dunia sastra. 
Pesona sastra merupakan bentuk nyata yang hadir dan hidup dalam dunia  
satra yang terus mengalami perkembangan dan pengembangan dalam  
perwujudannya. Dalam pesona tentu hidup suatu semangat dan jiwa-jiwa  
antusias yang menjadikan pesona yang kian indah.  Antusias yang ada  
harus dipupuk sedini dan semaksimal mungkin agar jiwa-jiwa sastra kian  
merebak mengharumkan kesustraan Indonesia. Persoalannya, bagaimana  
solusi mahasiswa bahasa dan satra yang dalam dirinya mulai mengalami  
kepudaran antusias terhadap proses kreatif sastra?
Menarik untuk diperhatikan bahwa perkembangan sastra Indonesia  
berbanding lurus dengan perkembangan dunia pendidikann di Indonesia.  
dalam bidang kebudayaan, bangsa Indonesia memang sudah maju pesat  
sekarang ini. Kedudukan bangsa Indonesia harus sejajar dengan  
bangsa-bangsa lainnya yang ada dibelahan dunia ini. Namun begitu, tentu 
 saja tingkat kemampuan kebudayaan Indonesia seperti yang terlihat  
sekarang ini merupakan suatu hasil dari proses sejarah yang sangat  
panjang dan lama.
Melihat sumber dan bukti sejarah sastra kita pada jaman dahulunya,  
jelas saat ini kita yang merasakan dan menikmati masa kemerdekaan, tentu
  haruslah bersyukur dan terus mampu menjadi pahlawan sastra agar  
kekayaan budaya kita lebih bermartabat dan tetap dalam perioritas unggul
  dari jaman dahulu sampai sekarang hingga masa yang akan datang.

Ditinjau dari dunia perkuliahan mahasiswa merupakan laskar handal  yang 
tangguh dalam melakukan suatu kegiatan dan proses kreatif termasuk  
dalam dunia satra). Mahasiswa adalah calon-calon pemimpin dunia yang  
pada nantinya yang siap terjun ke masyarakat dalam mendedikasikan ilmu  
dan mengabdi pada bumi tercinta Indonesia setelah sekian lama kita  
menempuh bangku perkuliahan.
Mahasiswa yang berkopeten, terampil, cerdas, secara konpherensif  
tentunya tidak akan mengabaikan suatu mutu atau kualitas dalam proses  
pengabdiannya. Bahasa dan sastra Indonesia misalnya, merupakan suatu  
prodi yang menawarkan dua cabang ilmu antara bahasa dan sastra secara  
intensif yang dalam penerapannya sangat memerlukan kesiapan mental dan  
fisik secara matang untuk menelurkan mana yang disebut alumnus bahasa  
dan sastra Indonesia berkualitas.
Mengapa antusias begitu penting bagi mahasiswa bahasa dan sastra  dalam 
proses kreatif sastra?? Bagaimana kita ketahui bersama, mahasiswa  
biasanya identik dengan jiwa muda dan terus semangat mengebu-gebu dalam 
 pergaulannya. Semangat dan kreafitas yang ada dalam diri mahasiswa  
benar-benar harus dipupuk dan diberdayakan secara benar dan tajam.
Jika tidak, maka alkan melenceng dan tidak karuan sampai kemana-mana.  
Pikirkan, apa jadinya jika sebagai mahasiswa bahasa dan sastra tidak  
mampu membaca puisi ? tidak mampu menulis?bermain peran juga tidak  
bisa?, tidak juga mampu melakukan kreatif sastyra lainnya? Tentu  
gambaran seperti ini sangat menakutkan bukan?
Sebagai mahasiswa penulis ikut mengatakan, antusias itu sangatlah  
berharga dalam diri seseorang, khususnya mahasiswa bahasa dan sastyra  
Indonesia. antusia haruslah dikembangkan, dipupuk dan disirami oleh  
apresiasi ynag bermutu. Mungkin pe,mbaca ada yang berpebdapat, menguasai
  satu jenis genre sastra itu sudah cukup. Apalagi dalam prodi bahasa 
dan  sastra memiliki dua sub cabang ilmu yang sama-sama penting, anmtara
  linguistic dan sastranya.
Menurut penulis, antusias yang tidak baik dan mulai memudar ditandai  
dengan salah satu pendapat tersebut diatas. Jika sudah ada  
ketikseimbangan antara bahasa dan juga sastra, maka dapat diduga terjadi
  suatu mis kekompakkan untuk sebuah tujuan proses kreatif. Antusiras  
yang memudar tidak dapat dilihat dari minim bahkan langkanya kemandirian
  mahasiswa saat ini dam mengikuti jejak penyair dahulu dalam bidang  
membaca, termasuklah mengapreasiasi dalam bentuk membaca. Kebanyakan  
mahasiswa lebih suka menulis prosa,fiksi,naskah drama. Padahal dalam  
kegiatan apresiasi sesungguhnya, membaca adalah yang harus dilakukan  
lebih awal sebelum kita melakukan kreatif menulis.
Jika kita kaitkan dalam ilmum kebahasaan keterampilan dalam berbahasa  
itu diawali oleh menyimak, berbica, membaca, dan yang terakhir adalah  
menulis jelas sekali bahwa kegiatan menulis tahap
 terakhir dalam suatu

transformasi
  keilmuan pembelajaran yang telah
 melewati tiga jenis keterampilan  
sebelunya termasuk berlaku pada dunia sastra. Tidak menutup kemungkinan,
  antusias yang mulai tidak tersistem akan berakibat fatal, yaitu dengan
  fakumnya sastra, atau setingkat yang lebih ringan paling tidak 
hilangnya  pesona sastra dimata mahasiswa bahasa dan sastra. Bagaimana 
kita  mengatasi persoalan tersebut?
Yang pertama adalah menanyakan pada diri kita sendiri, apa tujuan  kita 
memilih prodi bahasa sastra Indonesia? setelah kita dapat menjawab  
pertanyaan yang kita ajukan dalam diri kita tersebut mulialah melakukan 
 tindakan pengelolaan tujuan, isi dan visi dalam kedudukan kita sebagai 
 mahasiswa bahasa dan sastra. Kedua adalah cara kita yang selama ini  
memandang sastra lama jauh lebih tenar dibandingkan satra muda yang  
banyak tersaji dewasa ini. Fakta seperti ini sebenarnya secara tidak  
langsung menyampaiukan kepada kita bahwa kekompakkan dalam diri atau  
mahasiswa muda yang kurang baik dan efektif. Jika kekompakkan dan kata  
sepakat sudah bertenggar di kepala kita masing-masing tentu antusias  
dalam mengapresiasi sastra untuk proses kreatif sangat mampu terpupuk  
dengan sempurna dengan baik.
by Khairani / IM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar